Rabu

Braku cuma berukuran 28A tetapi di dadaku tampak cukup gede



Braku cuma berukuran 28A tetapi di dadaku tampak cukup gede“Kamu tak akan percaya apa-apa yang setelah terjadi. ” berondong sahabatku seperti konon saja demikian aku uraikan pintu menempel menjawab ketukan tak sabarnya.


“Wah! Gosip murahan nih? Pasti bagus, kamu belum pernah bergairah seperti ini sejak kamu tahu kalau anak laki-laki Prambodo seorang gay. ”


“Astaga, Lusi, aku hanya tak bisa percayai apa yang baru saja kulihat. ”


Kita bergerak ke ruang keluarga. Saya duduk pada tepi sofa.


“Kamu ketara seperti rencana pecah, uraikan saja. ” kataku menghinakan tingkah lakunya itu.


“Gini, aku sampai tempatnya titisan Sihombing silam ini untuk menarik duit iuran tersebut. Ternyata, keinginan mereka di dalam perabotan graha sangat buruk. Kemudian, Silvi keluar untuk membukakan pintu lalu aku masuk. Mereka mempunyai ruang makan dengan meja yang atasnya kaca. Lalu kita duduk di sana dan aku membuka dokumen asosiasi untuk menunjukkannya dan mengatakan padanya, jika mereka mampu membayar seluruhnya sekaligus / empat kesempatan setahun. ”


Ini terkuak menjengkelkan. Saya menyela, “Jadi kamu pandang kalau tersebut mempunyai perangkat yang nista. Sangat berarti. ”


Waktu ini aku harus menjelaskan. Kita tinggal di sebuah kompleks perumahan yang mempunyai sebuah asosiasi pemilik rumah. Keluarga Sihombing baru-baru ini pindah keseberang jalan itu. Siska dan aku berpikiran kalau mereka tidak sesuai di lingkung perumahan tersebut. Kebanyakan titisan di sini uzur pertengahan 3 puluhan serta telah menyimpan anak. Titisan Sihombing merupakan keluarga yang suaminya uzur lebih renta dan isterinya jauh luar biasa muda serta tidak punya anak.


“Lusi, sst. Tak mebel yang aku amati. Silvi menyulut Martin untuk membawa organ chek & membayar uang iurannya & membaca kemudian menanda tangani dokumennya. & dia menyerap ke pada dengan mengenakan jubah membasuh putih itu, rambutnya bersimbah, aku pendapat mungkin setelah keluar daripada kamar sehat. Dia hidup di seberangku dan ketika dia memungut dokumen tersebut, aku padahal melihat meracik kaca meja ke kakinya. Kemudian dia maju di depan untuk menulis melihat itu serta jubahnya terkuak ke atas. Dia sedang duduk di sisi kursi & kamu tau apa yang sedang tergantung. Maksudku tergantung. Saat dia bergerak, itu seperti diayunkan maju-mundur. Tuhan itu sebagaimana pisang uci-uci besar berpoleng seperti ini. ” jelasnya lalu menunjuk risiko pisang yang ada pada atas meja di celah keluarga tersebut.


“Astaga, engkau melihatnya? ”


“Hanya kurang lebih detik. Maksudku aku oleh karena itu sangat meleng. ”


“Yah, benar. Seharga cukup lelet untuk menyampaikan itu terayun maju-mundur serta besar sebagaimana pisang”.


Saat ini kita berdua tertawa genit seperti putri sekolahan.


“Apa dia tau kamu melihatnya? Bagaimana bila Silvi amati kamu menanggapi suaminya? Akan tetapi, itu kiranya tidak sebesar yang awak pikir, maksudku hanya melihatnya sebentar awak jadi ngerasa malu tentu kamu tak akan benar-benar mengerti apa yang sedang engkau lihat. ”


“Temanku, tersebut memang raksasa! ”


********


Baiklah, saya pikir, dimulailah cerita tersebut.


Sekarang engkau mungkin mencatat kesan jika Siska serta aku merupakan sepasang permulaan rumah tangga yang genit. Awak mungkin mencurigai, kalau kalian seperti seorang gadis cukup umur berumur sekitar lima belas tahun yang sedang menggosip. Aku berumur 38 akan tetapi mungkin mempunyai sedikit kemahiran dibanding putriku yang berumur enambelas tahun dan para temannya.


Sekutil latar belakang tentang aku. Aku dijuluki wanita mungil yang cantik. Dengan postur tubuhku yang kecil, aku dengan mudah akan hilang kalau berada dalam sebuah kerumunan. Aku harus mengakui menjadi “agak kecil” sering jadi bahan godaan teman-temanku. Di samping ukuran kecilku, kupikir saya mempunyai roman yang elegan. Braku cuma berukuran 28A tetapi di dadaku tampak cukup gede dan saya sering dipuji kalau bokong dan kakiku sangat menawan. Siska & aku hilang dengan simpel[cak] ke tempat kebugaran wanita.


Suamiku dan aku lulus dari sekolah menengah dengan nilai memuaskan, menikah tidak lama sesudah kita lulus. Kamu pasti sudah mengira itu. Aku tidak pernah mencium orang lain selain suamiku. Maksudku ciuman sungguh-sungguh tekun. Aku bukan menganggap diriku sangat tahu aturan tetapi saya tidak sempat berkata dekil. Tidak pula saat Tom dan saya sedang berhubungan badan, yang tidak terlalu kerap. Gereja besar kepala akan kita, seks pada dasarnya adalah bagaimana kamu membuat bayi.


Sekitar lima belas tahun perkawinan, aku mulai merasa resah dan bosan. Ini bukan berarti aku tidak mencintai dua anak perempuanku dan Tom. Segalanya sangat teratur. Aku mulai dari membaca roman roman, & kemudian hendak merasa berdosa tentang fikrah pemikiran bukan tulus tersebut.


Dalam ahad setelah pesta dengan Siska itu, dia dan saya akan setiap masa tertawa cantik atas “penglihatanya” akan kemaluan Martin Sihombing (aku masih tidak katakan hal-hal seperti penis meskipun dengan Siska). Tom dan aku juga mengenal keluarga Sihombing, hanya percakapan antar tetangga tentang rumput halaman, cuaca, dan lain lain


Pada bulan Desember, aliansi mengadakan satu acara mencopet malam serta dansa pra liburan. Tempat duduknya diatur sesuai beserta urutan graha. Sehingga titisan Sihombing berpunya di meja yang sama beserta kita. Siska ada di dalam meja yang berbeda. Tersebut adalah mula-mula kalinya kita berada dengan mereka secara sosial.


Sekarang aku selalu pikir Martin Sihombing terlihat sangat biasa. Mungkin dalam umur sekitar limapuluhnya dengan rambut penuh, beruban di beberapa tempat. Dia sangat jangkung. Tersebut adalah mula-mula kalinya saya lihat dia memakai rompi, dan saya harus menghormati dia tampil juga tidak sama. Silvi di dalam sisi beda, yang tetap nampak tidak peduli beserta pakaiannya terlihat aneh dalam gaun panjangnya, krah bajunya tinggi.


Makan malam dilewati dengan percakapan yang menyenangkan dan makanannya sangat enak. Sesudah makan malam, musik mulai dimainkan dan Martin dan Silvi langsung berada di lantai dansa itu. Setelah aku sedikit membujuk Tom untuk berdansa tetapi dia hanya tahu 2 gaya dansa. Martin serta Silvi setia lagi beserta kami ketika band padahal istirahat sejenak. Saat band kembali, Martin mengajakku untuk berdansa. Saya mencoba untuk menolaknya, menyiarkan kalau Tom dan saya tidak demikian pandai berdansa. Dia menetapkan. Itu merupakan sebuah dansa yang segera dan dia segera membuatku mengikuti tiap-tiap gerakannya. Versi berakhir, aku menuju ke arah kursiku dan kembali mendengar dia mengajakku lagi untuk lagu berikutnya.


“Oh, aku tidak bisa. Kamu dan Silvi terlalu bagus untukku, berdansalah dengan isterimu. ”


“Lusi, jangan coba menolak. Dia sudah membuat kakiku kecapaian, aku pikir Marty perlu berganti pasangan dalam tiap lagu. ” Silvi memekik-mekik dari mejanya.


Baiklah, mengecap engganku seharga melintas di kepalaku tetapi aku meleset ke geladak dansa merasai Martin yang bergerak pada sekelilingku. Lagunya berakhir, serta dia menyimpan tanganku beserta enteng begitu lagu berikutnya mulai.


“Ini satu lagu slow Lusi, kamu gimana dengan waltz? ” tanyanya saat dia dengan lembut menarikku ke dalam posisi dansa. Dia tidak menarikku terlalu rapat, dia memegangku dengan enteng dan dia meluncur di sekitar lantai itu. Dia adalah seorang pedansa yang sangat baik. Tanpa menyadari itu, aku ditarik semakin dekat padanya, tubuhku sedikit menggeseknya. Kepalaku rebah pada dadanya, payudaraku merapat pada bagian sentral tubuhnya. Lantas aku mereguk itu. Tersebut keras, tersebut sedang menjepit perutku. Wow! Itu merupakan kemaluannya, kemaluannya yang ereksi. Aku serius itu.


Saya mundur, lumayan melompat, seharga refleks. Engkau tidak target merasakan ereksinya pria aneh. Dia uniform menari seakan-akan tidak ada yang terjadi. Dia tidak lagi menarik aku mendekat, tidak membuat aku merasa pening. Aku mulai dari meragukan pemikiranku, itu kendatipun demikian imajinasiku yang berlebihan.


Aku bersandar padanya lagi. Sebagaimana sebelumnya, payudaraku bersentuhan dengannya, aku mendapat menggesek tubuhnya. Kemudian perutku juga. Saat ini aku bukan mundur beserta seketika. Saya hanya ingin pastikan kalau apa yang sedang saya rasakan merupakan kemaluannya. Saya menggerakkan badanku, menggosok perutku ke dia, itu berasa keras. Tersebut memang sahih kemaluannya, kemaluannya yang ereksi. “Wow! Apa-apa yang padahal kulakukan? ”, pikirku. Dansa berakhir. Dia tetap memiliki tanganku akan tetapi kali ini aku menarik dia kembali ke meja kita. Sudah pas. Tidak ada lagi dansa secara dia pikirku.


Tidak ada yang nampak bidis setelah menjarah malam & dansa itu. Kita uniform mempunyai “percakapan antar tetangga” yang sama secara keluarga Sihombing itu. Aku tidak menyatakan kepada Siska apa yang sudah terjadi. Setuju, satu taktik telah menyesar. Aku memperoleh diriku mengheningkan tentang dansa itu, mengenai Siska yang melihat penisnya, tentang sikap payudaraku yang tergesek tubuhnya.


********


Tahun baru kental tiba. Beberapa dari pencedok rumah start membicarakan susunan acara Pesta Tahun Baru. Cuma sekitar sepotong dari keluarga yang mengekang untuk melakukannya, maka kalian akhirnya memproduksi pesta & musik di dalam aula piknik masyarakat. Tom menyukai pandangan hidup tersebut karena dia bukan begitu tenteram pergi ke pendatang. Makanannya seperlunya saja yang disajikan sehabis itu member putar satu rekaman renta dan berdansa.


Aku bicarakan pada diriku agar bukan mengulangi kasus di acara sebelumnya, akan tetapi saat Silvi meminta beserta tegas kalau aku kudu memberinya teknik istirahat sesudah berdansa secara suaminya & aku bukan bisa bicarakan tidak padanya. Sama secara dulu, musik mulai secara lagu yang cepat & kemudian seseorang menggantinya secara sebuah publikasi lambat. Seakan seperti tersedia setan kecil yang sedang duduk di bahuku dan berkata, ‘Lakukan Lusi’. Akhirnya aku tidak menentangnya ketika Martin meletakkan tangannya pada pinggangku dan mulailah kita bergerak di lantai itu. Seseorang mematikan lampunya. Sekarang kita berpakaian secara terbuka. Sebagai tiru setelan yang kaku, Martin mengenakan seluar santai & kaos polo. Aku mengenakan sebuah baju dan gaun panjang. Kesempatan ini saat payudaraku mulai menyiram pada tubuhnya aku dapat merasakan gawat tubuhnya. Klitoris susuku mengeras dan aku pikir dia pasti bisa merasakannya. Perutku adakalanya menabraknya, menabrak kemaluan yang lurus keras yang pernah aku rasa sebelumnya. Satu lagu berganti yang lain, sebuah nomor lambat yang lain.


Setiap kali perutku menggosok penisnya, aku bisa merasakan tangannya di pinggangku, secara pelan menarikku mendekat. Bukan pernah berangasan, tidak sempat lebih daripada sekedar satu buah remasan yang lembut. Seturut waktu tersebut dia selamanya bicara seakan-akan itu bukan terjadi, seakan-akan aku tidak sedang menggosokkan payudaraku pada tubuhnya, seolah-olah kemaluannya yang keras tidak sedang menekan ke perutku. Yang akhirnya, saat lagu hampir berakhir, aku mundur dengan kasar dan sungguh-sungguh.


“Oops, maafkan aku Lusi. Kamu berdansa dengan sangat baik membuat aku khlaf kalau kalian belum sempat berdansa rapi selama berzaman-zaman. Aku bukan bermaksud sedekat ini. ” dia balik memegang lenganku saat menyimak mataku.


“Maafkan aku. Saya tidak pendapat untuk melompat mundur sebagaimana tadi. Maksudku aku benar-benar menikmati berdansa denganmu. Cuma aku, uh… yah, saya tidak ingin kamu menyimpan pikiran yang salah… Maksudku…”


“Itu kesalahanku Lusi. Aku takut saat seorang pria berada dekat dengan seorang perempuan cantik ada seuatu yang terjadi. Aku yakin kamu secara kebetulan pernah mengalami itu sebelumnya. ” dia tertawa kecil.


“Nggak apa-apa. Aku tahu pria tidak bisa menghindarinya. Meskipun sudah acap terjadi. Maksudku aku rongak berdansa. ” aku merasakan cara bicaraku gagap.


“Kita bisa menghindar duduk kalau kamu ingin berhenti. Akan tetapi aku mesti mengatakan di dalam kamu tersebut akan menggulung dansaku silam ini. Pacar kakinya Silvi sakit serta dia bilang padaku kalau dia sedang tidak ingin berdansa. ”


“Yahh, aku tidak ingin jadi ratu pesta. Aku hanya tidak ingin kamu mempunyai pemikiran yang salah. ”


“Aku hanya mempunyai kesan yang terbaik tentang kamu Lusi. Betapapun, kita berdua merupakan orang mantap dan paham peristiwa yang tertentu tersebut hanya pantulan biologis yang wajar. Saya tidak mampu mencegahnya serta harus kuakui ini ialah sebuah keluhuran ada seorang perempuan menawan yang rencana berdansa denganku malam tersebut. Tetapi saya berjanji untuk menjaga batas diantara kita. ” kata-katanya mengalir keluar diiringi oleh tawa kecil.


Musik berbunyi lagi dan secara otomatis kita mulai dansa lambat yang lain.


“Apakah kamu benar-benar berpikir aku pintar berdansa? Atau kamu berusaha menjadi seorang gentleman? ”


“Aku pikir kamu pintar berdansa Lusi. Sungguh ada nyata engkau jarang berdansa tetapi iramamu sempurna. ”


Badan abdi saling bertengkar. Dia berpikir jelas supaya tak baku bersentuhan.


“Jangan cemas Martin. Kamu bukan harus demikian setiap kesempatan kita bertengkar. ”


Saya bergerak singgah padanya. Aku ingin merasakan tubuhku yang menekan tubuhnya, menekan kemaluannya. Segera saja kita berdansa dengan rapat. Saat aku menggosok perutku terhadap “kekerasannya”, tangannya di pinggangku dengan lembut menarikku. Aku bisa merasakan puting susuku mengeras, dia pasti bisa merasakan itu saat menekan tubuhnya. Aku bisa merasakan sepak terjang ereksinya ketika perutku menyapu dia. Saya merasa keintiman diantara kakiku saat tubuhku menjadi bergerak. Aku mengetahui bahwa serawal dalamku sudah biasa menjadi becek. Aku serasa berada pada surga keringanan. Aku merasakan kalau aku sangat punah tapi aku sedang mereguk itu. Lalu musik usai.


Kami simpatik kembali secara Silvi & Tom dalam meja itu. Hampir pusat malam. Tepat tengah silam semuanya menjengek dan memekik-mekik. Aku menyedot Tom jenjang dan di, sebagian olehkarena itu aku merasakan bersalah mengenai dansa bertepatan Martin tadinya, tentang himpitan pada ereksinya, dan menguatkan payudaraku padanya. Martin serta Silvi yang berada dalam sebelah kita, saling berpelukan mesra. Aku bisa amati tangan Martin pada pantatnya, dengan terbuka menariknya tiba padanya & aku tau bahwa dia sedang menggelinjang pada ereksinya yang rusuh. Mereka merenggang dan Silvi merebut Tomku dan memeluknya, dia telah memutar Tom sedemikian bagai sehingga punggungnya berada dalam depanku. Martin berbisik “Bolehkah saya” tatkala dia merintis lengannya. Saya memeluknya serta mengijinkan dia menciumku, lantas saat saya merasa tangannya pada pantatku. Aku merintis mulutku serta mendapatkan satu ‘French-Kiss’, mereguk dia menarikku semakin singgah padanya saya merasakan lagi ereksinya yang keras. Lantas selesai.


Silam itu aku mendapat visi basah yang liar. Aku belum sempat bermimpi seperti itu sejak aku berumur sepuluh tahun. Paginya aku mempunyai mimpi jelek mengerikan dari apa yang telah aku lakukan. Terima sayang surga untuk Siska. Aku cerita padanya dan dia senang mendengarkannya. Kita menuruti bahwa tiada yang leta yang telah tercipta. Sekali lagi, aku pendapat, benar demikian, tidak ada. Walaupun begitu saya masih jadi diriku mengheningkan dansa tersebut, tentang ciuman itu.


********


Sepertinya saya bertemu Silvi dan Martin lebih acap setelah tahun baru. Saya sekarang mengetahui bahwa tingkah laku Martin membuatnya sering pergi ke luar metropolis, untuk profesi mebel itu. Sebagai sampingannya dia mengambil perhiasan dari daerah yang di kunjunginya, yang dia jual ke beberapa toko lokal. Itu aku ketahui saat aku bilang ke Silvi bahwa ibuku telah mengirimiku uang untuk membeli sebuah kalung.


“Lusi, datanglah kemari dan lihat apa yang Marty punyai. Dia membawa beberapa barang dari luar kota. Jika dia punya sesuatu yang kamu suka, kamu akan membayar seperempat daripada apa yang David lego di tokonya. Ini tak barang rombengan, dilapisi argentum dan megah. Dan bukan kelihatan sebagaimana barang murahan, ini ialah yang itu ekspor di luar zona. ”


“Aku tidak dapat. ”


“Tentu kamu dapat. Aku memaksamu. Jika kamu tidak temukan yang kamu sukai, jangan merasa sepertinya kamu harus membeli apapun. Dia tidak punya masalah menjual barang barang ini ke David. Dia akan pulang pada siang tarikh, mampirlah setelah. ”


Saya mengetuk gerbang mereka sekitar jam 12: 15.


“Masuk, masuk. Saat yang jelas. Marty segera tiba dirumah dan saya bilang padanya kamu kiranya ingin kaum perhiasan. Marty”. Silvi memekik-mekik saat dia mengantarku di meja lapangan makan.


“Tunggu sebentar, aku hampir keluar dari kamar mandi. ” aku mendengar suara Martin dari atas.


“Sayang, bawa kalungnya biar dia dapat melihatnya saat kamu selesai. ”


“OK, ok. ”


Dengan segera Martin muncul membawa dua buah koper. Rambutnya kusut dan bersimbah dan dia mengenakan satu buah jubah membasuh putih yang hanya datang di lutut.


“Halo Lusi. Aku harap aku memiliki apa yang kamu sukai. Aku menuntun beberapa megah dan argentum. ” katanya saat dia berdiri dalam seberang meja di depanku membuka koper itu. Lalu dia melegarkan koper di arahku & mulai melangkah pergi.


“Oh! Tunggulah sebentar sayang. Tunjukkanlah pada Lusi bagaimana cara membaca sertifikat yang menjelaskan isi perhiasan ini. ”


Dia berbalik, duduk di depanku. Dia mengambilt sebuah kalung beserta sebuah dokumen kecil.


Aku tidak bisa berkonsentrasi di kalung, seluruh yang dapat kupikir ialah cerita mengenai Siska yang melihat merempuh kaca meja. Déjà vu!


Martin lumayan bicara, saya tidak lumayan mendengarkannya. Koper itu menghambat pandanganku. Tanpa berpikir, saya menggesernya di samping. Saat ini dia lumayan memegang kalung itu dan aku menatapnya… lebih memperhatikan tetapi benar-benar sedang memperhatikan pada kemaluannya. Itu sama persis seperti yang Siska ceritakan. Kakinya terbuka lebar, dia duduk di pinggir kursi. Kemaluannya tergantung terayun-ayun saat dia bergerak. Itu terlihat sangat besar buatku. Saya merasa wajahku mulai berasa hangat serta menyadari kalau wajahku tentu merah.


Talun Silvi menyarak tatapan mataku.


“Dengar jantung hati, aku mesti pergi upah. Jika engkau telah siap apa yang Lusi inginkan lebih cantik kamu berikan padanya. Lusi sayang, maafkan aku, aku lupa kalau aku harus pergi tapi kamu ditangan ahlinya dengan Marty. Sampai jumpa sayang, aku akan kembali sekitar jam setengah tujuh. ” dan dia pergi ke pintu keluar.


“Sampai jumpa sayang. ”


“Katakan padaku jika kamu lihat apapun yang engkau suka. ” kata Marty saat dia menyebar kurang lebih kalung pada atas meja itu. Menyebarnya sedemikian sikap sehingga perenggan pandangku di dalam kalung-kalung tersebut juga sepadan pada ketuat pisang mempunyai warna yang jenjang berayun pada bawah. Siska telah mengatakannya menyerupai satu pisang besar. Itu bahkan mempunyai sebuah ujung seperti sebuah pisang.


“A… a… aku ng… tidak tahu…… ini jauh lebih dari yang aku harapkan. ”


“Jangan cemas Lusi. Jika kamu tidak lihat apa yang kamu suka, aku paham. Saya tidak tahu memaksa barang-barangku pada seseorang. Santai sekadar. Kadang-kadang seharga manis untuk dilihat sekadar. ”


Saya lihat dia mengedip ketika aku mengamati ke arahnya.


“Ini, gimana jika member mencoba yang ini di dalam lehermu serta kamu siap lihat bagaimana ini terlihat di kulitmu? ” katanya saat dia bangkit dengan sebuah kalung emas besar yang indah di tangannya.


“OK, barangkali itu sebuah ide yang bagus. ” aku melihat dia bergerak, jubahnya sekarang sedikit terbuka saat dia berdiri dan bergerak, penisnya mengayun mencoang-coang dari tempat.


Aku hidup hampir meliat, memperhatikan diriku pada nasihat di pagar. Memperhatikan Martin sekarang muncul di depan bahuku, memasangkan rantai di leherku. Aku mengamati di nasihat jubahnya yang terbuka, penisnya sekarang tertahan lengan tanganku, langsung bertengkar karena pakaian tak berlengan yang saya kenakan.


“Bagaimana, kamu senang Lusi? Ayo, peganglah. Telah pernahkah awak melihat yang seperti ini? ”


“Tidak. Belum pernah. Itu sangat gede. Aku belum pernah tahu yang sebesar ini. ” aku menyelenggarakan kepalaku ke samping tatkala aku perkataan, menatap di kemaluannya yang menggesek bahuku, mengamati tas buah zakarnya untuk pertama-tama. Itu pula besar. Raksasa tetapi kian lembut dibanding kantong berkedut Tom.


“Terimakasih. Aku pendapat kemungilanmu yang cantik membuatnya nampak kian besar. Sentuhlah kalau engkau ingin. ”


“Kal… eh… benda tersebut? ”


“Apapun yang engkau inginkan, Lusi. Kamu ingin merasakannya, akur kan? ”


“Uh huh. ” saya menggenggamkan jariku melingkarinya. Aku merasakannya mulai dari mengeras di sentuhanku. Aku pernah tangkap (suara) kemaluan yang belum dalam sunat akan tetapi aku belum pernah tahu sebelumnya. Tatkala itu mengeras aku amati kulitnya menyingkap. Aku menyingkap dengan lemas dan mengamati kulitnya menggagalkan memperlihatkan satu mahkota yang tinggi.


“Apa itu makan kamu? ”


“Kebalikannya Lusi, sentuhanmu berasa nikmat. Apa-apa kamu belum pernah mengamati sebuah kontol yang belum disunat? ”


Aku menatapnya.


“Tidak disunat. ”


“Oh Tuhan. Martin tolong tanpa tertawakan saya. Satu-satunya puki yang telah kulihat hanya milik Tom. Serta bahkan ketika dia lumayan ereksi tidak seperti milikmu. Aku tidak pernah melaksanakan sesuatu seperti ini sebelumnya. Apakah itu betul jika aku hanya mendapat kemaluanmu & melihatnya? ”


“Lusi, Lusi sayang. Awak adalah satu buah harta karun seutuhnya. Aku tidak sempat akan menertawakan kamu. Engkau adalah satu bunga yang menunggu untuk mekar. Lakukanlah, remas penisku, rasakan gimana kamu membuatnya keras, tetapi tolong tutur ini beserta penis tidak kemaluan ”


“Oh liar, kamu tentu berpikir saya adalah orang-orang bodoh / yang setara itu. Aku merasa sebagaimana seorang odoh. Maafkan aku, aku tidak ingin meremet, benar-benar tidak. Bukan berisi aku tidak bisa berhubungan seks atau apapun yang seperti itu. Hanya saja aku tidak pernah berada di dalam situasi seperti ini. ” aku jelaskan panjang lebar sekarang, menjatuhkan penisnya seperti sebuah kentang panas.


“Lusi, tenang. Percayalah padaku, aku tidak berpikir kamu adalah seorang yang bodoh atau apapun yang seperti itu. Lakukanlah, itu adalah kesempatanmu untuk mendapat sebuah titit. Ambil kesempatanmu. ” dia menempatkan tanganku kembali di penisnya, memegang jarinya di jariku.


“Katakan penis, Lusi. Katakanlah segala sesuatu yang lumayan kamu pikirkan. Hanya kocak sedikit” tatkala tangannya mengolah tanganku pada sebuah trik mengocok.


Aku menyaksikan dengan tertarik saat tangannya memandu tanganku yang pelan-pelan merencah ke atas-bawah pada baur yang rusuh itu. Saya melihat kulitnya menyingkap mempersembahkan bagian kepada kepala yang dimahkotai tatkala kocokanku turun ke lembah dan lalu pada kocokan ke atas, kulitnya membungkus kepalanya dan membangun sebuah pucuk yang berkedut. Tangannya melepaskan lenganku. Aku melanjutkan mengocok penisnya seperti terhipnotis. Aku menekannya. Aku bisa merasakan penisnya yang menjadi lebih keras. Aku meremasnya lebih keras dan dalam pikiranku aku sedang berkata ‘ penis’ berulang kali.


Kemudian saya mengucapkannya. “Penismu jadi amat keras. Agaknya sangat redut. Aku ingin meremas penismu. ” & tiba-tiba saya ingin bicarakan semua kicauan yang selama masa ini ku tabukan. Ujar penis nampak membuatnya kian erotis lagi.


“Ummm, sungguh. Remas Lusi. ” tangannya kini menggelincir ke pulih blusku. Tolakan lengan tangannya pada wajahku membawa pipiku bersentuhan beserta penisnya.


Saya memandangi nasihat di melintas kami. Saya belum tahu melihat diriku yang padahal berhubungan seks. Waktu ini aku sebagai sangat terangsang saat saya melihat diriku menggosok penisnya pada pipiku, melihat pasak blusku terbuka saat tangannya menuju ke payudaraku. Blusku terbuka. Tangannya menyelinap masuk braku. Jarinya menjepit puting susuku.


Aku tidak bisa percaya bagaimana nikmatknya rasanya. Bagaimana sangat erotisnya. Bagaimana sangat sangat bersalah tetapi sangat sangat menggairahkan. Tangannya memaksa braku turun, puting susuku oleh karena itu terlihat. Saya melihat terangkat dan mengamati Martin yang sedang menyimak ke nasihat juga.


“Kamu mempunyai pentil yang menarik Lusi. Tersebut sangat muluk, sangat raksasa. Mereka diantaranya permata (warna) dadu di atas bukit. Apakah kamu suka mereka dijepit? ”


“Ya. Itu rasanya enak. Aku suka mereka dijepit dengan keras. ”


Aku melihat di dalam cermin, blusku tersingkap hingga perut, sebelah payudaraku terekspose penuh sedang braku tetap menutup yang sebelahnya. Tangan Martin memegang putingku, ibu jari dan jari telunjuknya bersirkulasi, menarik, menjepit puting susuku. Aku mengamati tanganku yang mengocok kontol tebalnya, menggosoknya pada pipiku. Aku mengamati cairan pre-cumnya keluar lumayan dari terowongan kencingnya lantas dia memeriksa saat saya mengoleskan pre-cumnya ke pipiku..


Aku memutar wajahku menghadap penisnya, memeriksa pre-cum yang pelan-pelan mendirikan tetesan yang lain. Aku menggosokkan ibu jariku di ujung penisnya, mereguk genangan dari pre-cum itu ketika aku menekan penyelenggara penisnya. Merangsang kepala penisnya berkilauan. Aku menggosok penisnya pada pipiku lagi.


Aku merasa tangan Martin yang bebas berpengaruh di kepalaku, merasa dia memutar kepalaku dengan sosial. Penisnya terlucut melewati amunisi dan menyapu bibirku. Dengan naluri saya membuka mulutku, mulai merembet kepala kerasnya yang intim. Aku melanjutkan mengocok penisnya ketika mulutku mengulum kepala negeri itu. Tersebut bahkan nampak lebih raksasa sejak saya menghisapnya.


“Umm, yaa. Gerakkan lidahmu Lusi. Tuhan, sepertinya enak. Bermain-mainlah dengannya jantung hati. Jilat tinggal landas turun baur itu. Umm, nikmat. ”


Kujalankan lidahku naik diturunkan sepanjang baur itu. Penisnya kini gemerlap dengan larutan liurku. Tatkala mulutku berpengaruh pada ekses zakarnya, dia mengangkat penisnya sedemikian bagai sehingga ekses zakarnya menyiram daguku. Aku belum sempat menjilat testis seseorang, akan tetapi aku mengetahui apa yang dia inginkan. Itu apa-apa yang juga saya inginkan. Saya ingin bersenda-gurau dengan saluran besar tersebut. Aku start menjilat risiko zakarnya ketika penisnya berpunya tepat pada wajahku. Aku bisa mendapat panas dari penisnya dalam wajahku.


Martin menarik blusku yang tersisa melewati bahu. Ketika melepaskannya dari badanku, dia mencopot braku juga, yang menyidik blusku rontok ke dasar.


Aku mengerling ke ide itu. Menelaah dan ngerasa tangan bilangan mencakup susu kecilku. Saya kembalikan tatapanku pada penisnya, ketika jarinya dengan pelan mulai mengerumuni puting susuku. Aku mengamati pembuluh raja yang jenjang di seputar batang tersebut. Aku sapukan lidahku seputar pembuluh darahnya, dan lantas menekan kepala negeri penisnya untuk membuka lubangnya sedemikian bagai sehingga aku bisa memeriksanya dengan lidahku.


“Tuhan awak mempunyai puting susu yang rusuh Lusi. Segala sesuatu kamu senang mereka dihisap? Katakanlah segala sesuatu yang awak inginkan, aku ingin memproduksi kamu mendapat nikmat sebagaimana yang engkau lakukan untukku. ”


“Dijepit, ya yang keras. Serta hisap, gigit putingku. ” aku berbisik dengan penisnya yang memeriksa bibirku.


“Bagus. Aku tenteram menghisap klitoris. ” dia tertawa ketika menarikku muncul pada kakiku. Saat saya melepaskan genggamanku pada penisnya dia kalah di depanku. Mulutnya mengangkat satu susu, dia start menghisap tengah lidahnya menyenggau puting susuku. Tangannya di punggungku, memelukku erat, membelaiku saat dia menghisap tetek yang kiri kemudian bergerak yang bagian kanan. Tatkala dia mencucup dalam mulutnya, aku dapat merasakan lidahnya yang menyenggau, kemudian tatkala mulutnya hengkang, giginya secara lembut merongrong puting susuku. Dia memiliki puting susuku diantara giginya dan menjalankan ujung lidahnya. Tuhan, itu terasa nikmat.


Saat dia bekerja pada putingku, tangannya meluncur menuju ke pinggulku. Kulepas kancing celana panjangku. Celana panjang dan celana dalamku dilepasnya sekaligus. Sama sekali tanpa berpikir tentang itu, aku melangkah keluar dari pakaianku yang terakhir. Dia sedang menghisap, menggigiti puting susuku saat tangannya sekarang mengelus-elus kaki & pantatku. Dengan naluriah saya melebarkan kakiku, mengundang tangannya pada vaginaku. Larangan terkhirku menguap tatkala Martin mulai dari mengelus vaginaku.


Aku memandangnya, melihat bibirnya bekerja dalam sekitar payudaraku. Aku tahu putingku minat keluar tatkala ia mencucup dan merongrong dan memukau puting susuku dengan mulut dan giginya. Aku melihat tangannya menggosok vaginaku. Aku melihat jarinya menghilang lenyap ke dalam rimbunan rambut lebatku. Merasa jarinya meluncur menyentuh vaginaku.


Saat dia menggerakkan jarinya keluar masuk, aku menggelinjang.


“Terasa enak? ” dia tersenyum.


“Ya, ya. ”


“Umm, dan rasanya enak juga. ” katanya saat memukau jarinya & menjilatnya, & kemudian mengisahkan jarinya kepadaku untuk dijilat.


Aku belum pernah mendapat diriku otonom. Jika tersebut pernah berlangsung kepadaku, saya yakin saya akan memandang itu ialah sebuah kelakuan yang menjijikkan. Tetapi sekarang aku menjilat jarinya dan merasa kagum bahwa aku menyukai itu.


“Aku pikir vagina ini memerlukan sebuah jilatan yang bagus. Kamu suka vaginamu dioral, ya kan? Bukan pernah tersedia seorang hawa yang tidak menyukainya”


Aku senang itu. Kendatipun demikian itu bukan sering berlangsung. Tetapi saat ini aku menginginkannya lebih daripada yang sempat ada.


Dia mengangkatku terbang meja, mendudukkanku pada tepinya. Aku menggagas lebar kakiku mengundang mulutnya kepada bibirku. Menempatkan jariku pada tempik, aku melebarkannya terbuka, menarik rambutnya ke samping. Aku merasa sangat erotis saat aku membayangkan pandangannya pada vaginaku, daging merah muda yang basah yang kini terpampang karena bibirnya yang terbuka.


Aku gemetaran saat merasakan lidahnya mulai menjilat celahku. Lidahnya menekan ke dalam vaginaku dan memukul-mukul terangkat menyebabkan kedut yang luar biasa indah begitu diseret menjalani kelentitku.


“Oh, Tuhan, akur, ya akur. ”


Dia membenamkan wajahnya ke di vaginaku, lidahnya manari pada dalamnya. Dia mulai menyapu kelentitku rapi dengan jilatannya pada vaginaku. Aku menyandung pinggulku menekannya, menggeliat pada atas meja.


Kulingkarkan kakiku di lehernya, lebih mendorongnya padaku. Aku melihat dia menguburkan wajahnya ke dalam vaginaku semakin dalam. Aku mendengar bunyi dia menghirup, menghisap cairanku.


“Oohhh. ” aku menjerit dan menggelinjang. Aku mendapat sebuah orgasme yang sangat indah. Ini membuatnya bekerja lebih keras pada vaginaku, sekarang mengisap kelentitku begitu jarinya disodokkan ke di vaginaku.


Saya merasa diantaranya terbakar. Sekujur tubuhku berasa geli. Vaginaku sedang diregangkan. Aku mengetahui bahwa dia sedang menjepit jari lainnya ke di vaginaku. Begitu vaginaku pelan-pelan menyerah terhadap jari yang ditambahkannya, saya tahu apa yang berikutnya. Aku menginginkan itu. Aku ingin merasakan penis besarnya di dalamku. Aku tahu dia perlanan menyiapkan aku untuk itu.


“Martin. Aku menginginkannya. Aku menginginkan kamu. Aku takut itu terlalu besar tapi aku mengigaukan itu. ”


“Jangan waham Lusi. Saya sangat pelan. ” Dia mengangkatku, mengangkat aku menunjukkan sebuah ruang.


Aku menggantung lenganku padanya. Aku menciumnya sepanjang urut-urutan menuju ruang, menghisap lidahnya, mendorong lidahku ke di mulutnya.


Dia menempatkanku pada atas tilam, mengambil sebuah gel pelumas dari lemari kecil di samping tempat tidur


“Buka kakimu melebar, ” dia berkata saat menekan pelumas dari tabungnya kemudian menggosokannya ke dalam vaginaku. Terasa dingin, dan dia menyelipkan dua jari ke dalam vaginaku. Mereka masuk dengan mudah. Aku memegang tangannya dan membantu jarinya bekerja dalam vaginaku.


“Sekarang giliranmu. ” dia berkata saat tidur miring pada punggungnya. “Lumasi mainanmu. ” dia tersenyum.


Saya melihat di dalam penisnya. Tersebut masih tampil sangat raksasa buatku. Tetap setengah ereksi. Itu terletak lurus di arah kepalanya, kepala penisnya sampai memeriksa pusarnya.


Saya menyemburkan gel ke penisnya, membuat satu garis zig-zag sepanjang batangnya, seperti mereka cipta sebuah makanan kecil pikirku. Dia tertawa. Aku mulai menyerukan gel secara jari tengahku. Penisnya terasa hangat, jariku menekan ke dalam uci-uci itu. Tatkala aku melaksanakan jariku bertambah turun di batangnya, aku merasa penisnya menjadi lebih keras. Saya menyukai tersebut. Aku menyenangi menjadikan penisnya keras. Saya menggenggam penisnya dengan permulaan jari serta jari tengahku, menekan gel lebih banyak lagi dan melumangkan seluruh penisnya.


“Ke bagi. ” dia menginstruksikan.


Saya memandangnya.


“Kamu ke atas, beserta begitu engkau dapat menyetir[ki] penisku. Gosok saja ke vaginamu, bermainlah dengan itu, lakukan pelan-pelan. ”


Aku mengayunkan kakiku di atasnya, mengangkanginya, aku menunduk untuk menciumnya.


“Itu terasa nyaman. Gosokkan puting susumu yang keras padaku. Gesekkan vaginamu sepanjang penisku. ” lengannya melingkariku, menarikku mendekat, secara lembut namun kuat, menyodorkan puting susuku ke dadanya.


Puting susuku jadi amat keras & sensitif. Aku menggerakkannya pelan-pelan maju-mundur, membelainya dengan puting susuku serta menikmati keintiman dari badannya. Aku mampu merasakan penisnya beradu beserta pantatku. Saya bergerak menarik langkah untuk merelakan penisnya terlucut diantara kakiku. Aku mampu merasakan tangkai itu terlucut sepanjang perkataan vaginaku. Bukan menembus, aku hanya menyerbu naik diturunkan batang yang keras itu, menikmati keonaran yang segar ini dari penis rusuh dan gede yang menyesuaikan ke pada bibir vagina telanjangku, mereguk rasa daripada puting susuku yang memeriksa sepanjang badannya.


Kemudian dia mendorongku meleset pada kapasitas duduk. “Masukkan Lusi. ”


Aku menjadikan batang tetap itu serta menggosok kepalanya pada vaginaku, kemudian menekannya berusaha untuk memasukkannya. Saya melihat kepala negeri yang tetap membelah bibirku hanya untuk menyeruak merasuk dalam lubangku. “Oh Yang mahakuasa, Martin, tersebut terlalu gede. Aku tidak akan pernah bisa menampungnya dalam dalamku. ”


Dia menyelenggarakan satu jari di dalam vaginaku dan pelan-pelan mulai merencah jarinya tatkala aku uniform memegangi penisnya. Saat aku mengamati, aku lihat dia dengan lemas menekan jari keduanya ke dalam vagina basahku. Aku bisa merasakan peregangan dan mulai “mengendarai” jarinya. Kemudian dia memasukkan jari yang ke tiga, memutar jarinya saat dia meregangkan vaginaku. Kemudian dengan sebuah gerakan lembut, dia menarik jarinya, memegang tanganku yang sedang menggenggam penisnya dan menuntunnya ke arah lubangku yang sudah membuka.


“Lakukan saat ini Lusi. Hidup di atasnya. Vaginamu sudah siap, abaikan saja menyerap. ”


Saya melakukannya. Ketakutanku bahwa tersebut akan pedas lenyap tatkala aku ngerasa kepalanya menguraikan vaginaku. Dipadankan rasa sakitnya, aku memperoleh rasa yang sangat nikmat dari tekanan pada vaginaku. Sebuah perasaan menjadi terbentang dan diisi. Dia mulai memompa ke dalamku dengan dorongan dangkal, setiap dorongan menekan masuk semakin ke dalam vaginaku. Penisnya nampak bergerak lebih dalam dan semakin pada, menyentuhku dalam mana saya belum sempat disentuh. Lalu aku waras bahwa penisnya sedang menghajar leher rahimku.


Sekarang penisnya terkubur dalam dalamku dia menggulingkan saya, menarik kakiku pada bahunya. Aku belum pernah menduga bagaimana erotisnya ini, tahu dan meneliti penis yang besar pelan-pelan meluncur pulang balik tubuhku. Tetapi kemudian, aku menjadi lebih terbakar pada setiap hentakan.


Dia mulai ke menyetubuhiku lebih cepat, lebih keras, dengan sela sebentar-sebentar saat penisnya dikuburkan dalam di dalamku. Dan setiap kali dia berhenti dengan penisnya jauh dalam dalamku, saya akan meresahkan diriku di dia datang akhirnya saya mendapatkan orgasme keduaku tarikh ini, Satu buah orgasme yang hebat amat! Dan saya ingin kian. Dan saya senang merasakan penisnya masih keras, masih menyetubuhiku.


“Gadis baik Lusi. Lepaskanlah. ”


“Oh Tuhan ya. ”


“Kamu menyukainya kan sayang, suka sebuah penis yang besar mengisi vagina kecilmu yang ketat. ” dia kini menyetubuhiku dengan hentakan yang panjang dan kuat.


“Oh akur, benar, sungguh. Setubuhi saya. Kerjai vaginaku. Setubuhi saya, setubuhi saya, setubuhi saya. ”


“Aku akan menongol di dalam tubuhmu. Katakan engkau ingin spermaku. ”


“Ohhhh Tuhan, saya ingin engkau orgasme, saya mau spermamu. Ohhhh tersebut sangat raksasa. Rasanya tenteram. Ya, keluarlah! Oh brengsek, aku orgasme lagi Martin. Setubuhi aku dengan keras. Kumohon, lebih keras. ”


Ia mengerang, menghentikan kocokan penisnya keluar masuk, dan hanya menguburkan dirinya sangat dalam di vagina basah panasku. Ia mengandaskan dirinya ke dalamku dan aku tahu dia sedang orgasme. Aku berbalik menekannya, berusaha untuk mendapatkan penisnya sedalam-dalamnya padaku. Kemudian aku keluar lagi. Ombak kesenangan yang sangat indah menggulung seluruh tubuhku.


Aku merasakan tubuhnya padam, tapi dia tidak memunculkan penisnya dariku. Aku pendapat aku mampu merasakan penisnya melembut di dalam vaginaku sekalipun begitu vaginaku masih terasa nikmat dan penuh, sangat hangat serta basah. Saya menunjukkan padanya dengan satu ciuman.


Abdi hanya roboh di kian. Aku mengetahui aku padahal “terkunci”. Saya bisa mereguk sedikit mengecap bersalah yang merambat ke dalam pikiranku tapi aku tahu bahwa aku demen disetubuhi sambil penis yang besar. Aku tahu aku menyukai berkata kotor.


Lalu gelembung itu nampak pecah-pecah.


“Baiklah, segala sesuatu pendapatmu mengenai Lusi? Apa-apa Marty berasa manis diantaranya kelihatannya? ”


Silvi, muncul di gapura.


“Astaga… Silvi… a… aku…” aku tetap belum siap menggambarkan semata ini. Semata yang mampu kupikir adalah bahwa aku baru saja tidur dengan suami perempuan lain.


“Lusi, tenang sayang. ” Silvi memotongku. “Aku tidak marah. Saya senang tahu kamu sudah menyadari bahwa kamu senang penis yang besar. ” dia tersenyum. “Andai saya bisa tinggal untuk pirsa keseluruhan kejadian ini akan tetapi kami kata hati kamu hendak jadi kian nyaman secara cara sebagai itu. ”


“Sebagian orang bukan menerima kelamin hanya untuk kesenangan namun Silvi dan aku sudah menemukannya berhasil untuk kami. Dia pikir kalaua kamu adalah seorang perempuan yang sedang kekurangan kesenangan maka kami piker kenapa tidak membuka pintu dan melihat jika kamu ingin masuk. Aku berharap kamu tidak marah. Aku berharap kamu akan kembali. ” Martin menggulingkan aku dan kini membelai badanku saat dia dan Silvi bicara.


Aku mencoba untuk katakan sesuatu, “Aku bukan perempuan seperti itu. Ini ialah sebuah kekacauan. Aku taksiran kita kudu melupakan bahwa ini sempat terjadi. ” tapi tiada kata-kata yang keluar daripada mulutku. Saya hanya mengait dan mengelus-elus penis Martin yang gede dan lembut.


Silvi duduk di tempat tidur, menciumku pelan. “Berbagi adalah menyenangkan Lusi. Dan kita semua adalah “pelacur kecil” jauh di dalam bawah sana, ya kan? ”


“Pelacur” kata tersebut berderik dalam pikiranku. Yang mahakuasa, aku merupakan seorang ulam-ulam, ya kendi? Dan saya tidak hisab, aku hanya tahu kalau aku ingin berhubungan seks beserta penis yang besar tersebut lagi.


Oleh sebab itu begitulah gimana cerita tersebut bermula. Tom yang penderitaan tidak mengetahui kenapa saya berteman cantik dengan Martin dan Silvi. Tom tetap suka terkait badan setiap seminggu sungguh atau ganda tetapi saya masih rumit merasakan dia di dalamku.

Tante juga bereaksi dan pinggulnya berputar seperti penari ular

Tante juga bereaksi dan pinggulnya berputar seperti penari ular Cerita itu berawal tatkala saya lumayan menunggu tante saya yang dirawat dalam rumah perih. Tangannya kudu digips, hukuman kecelakaan yang menimpanya. Tante saya tersangkut kecelakaan tatkala dia menyigai mobilnya. Tangannya yang kiri luka carik akibat terbentur pecahan paras.


Yang hamba rasakan ketika menunggu tante saya ini ada enaknya juga ada tidak enaknya. Saya ambil contoh saja yang enaknya dulu, saat tante mau pipis, saya pasti disuruh mengantar ke WC. Karena tangan tante sakit, dia menyuruh saya untuk membukakan CD-nya dan saya bisa lihat secara jelas kemaluannya yang tersembunyi bulunya yang agak lebat. Dan yang tidak enaknya ketika dia mau buang air besar, sudah deh jangan diteruskan, anda semua pasti tahu apa yang saya maksudkan.. OK.


Malam itu, saya sendirian menjaga tante di rumah sakit. Tiba-tiba tante memanggil saya, “Sony.., cepet kemari..! Tolong tante ya..? ” katanya. “Ada apa tante..? ” kata saya. “Perut tante sakit nich.., tolong gosokin perut tante pake minyak gosok, ya..? ” katanya sambil membuka selimutnya. Dan terlihatlah tubuh tante yang molek itu, meskipun dia masih memakai BH dan CD. Tapi samar-samar puting buah dadanya dan bulu kemaluan tante terlihat agak jelas. Melihat pemandangan itu, batang kemaluan saya menjadi naik. Agar tidak terlihat oleh tante, saya mencoba merapatkan tubuh bagian bawah saya ke tepi ranjang.


“Lho Son.., apa yang kamu tunggu..? Ayo cepet ambil obat gosok di meja itu. Lalu gosok perut tante, awas jangan keras-keras ya..! ” katanya. “Ya tante.. ” kata saya sambil mengambil obat gosok di meja yang ditunjuknya. Setelah saya mengambil obat gosok yang ada di meja, “Yang digosok bagian mana tante..? ” tanyaku. “Ya perut tante dong, masak memek tante.. khan nanti.. memek tante jadi sakit kepanasan. ” katanya tanpa merasa risih. “Akh.. tante bisa aja deh.. benci aku.. uhh..! ” kata saya. “Ayo dong cepet, tante udah nggak tahan sakitnya nich..! ” katanya sambil meringis.


Lalu saya gosok bagian perutnya yang putih mulus dan berbulu itu. Saya menyiram dengan lemas seperti tatkala saya lumayan menggosok jasad cewek hamba. “Ya gitu dong, huu.. enak pula gosokanmu Son. Belajar yang mana kamu..? ” katanya lalu mendesis. “Nggak kok tante, biasa saja. ” hamba jawab secara pura-pura. “Udahlah jangan tipuan kamu.. Jelas kamu kerap gosokin jasad cewek awak ya khan..? ” tanyanya mendesak hamba. “Kan Sony belum sempat gosokin putri Sony, tante..! ” tanda saya artifisial lagi. “Sekalian ya Son, pijitin suku tante, dapat khan..? ” katanya manja. Saya cuma mengangguk & mulai memecal kakinya yang membuat bertambah lagi baur kemaluan hamba. Kakinya demikian dingin, selesai dan mengompori saya.


Kemudian, “Sudah tante, capek nich..! ” tanda saya. “Lhoo.., yang dalam atas belum khan..? ” katanya. “Ah.., tante becanda ah.., Sony jadi segan.., ” kata saya. “Ayo cepet dong, kamu nggak bakalan capek lagi. Coba deh pijit disini, di paha tante ini. Ayo dong, kamu nggak usah malu-malu, Sony khan keponakan tante sendiri, ayo cepet gih..! ” katanya manja sambil menarik tangan saya dengan tangan kanannya.


Sekarang saya dapat melihat gundukan bukit kemaluanya yang menerawang dari balik kain tipis CD-nya itu. Wajah saya langsung berubah merah menyala dengan pemandangan yang indah ini. Tante seperti tidak mengerti apa yang saya rasakan, dia menyuruh mendekat masuk ke tengah-tengah selangkangannya dan mengambil kedua tangan saya, meletakkan di masing-masing paha atasnya persis di tepi gundukan bukit kemaluannya.


“Iya di situ Son.., ” katanya sambil mencoba melebarkan kakinya lebih lebar lagi. Saya disuruh memijat lebih ke dalam lagi. Pikiran saya mulai terganggu, karena bagaimanapun memijit-mijit ‘zone eksklusif’ yang lumayan terbuka merajang ini target tidak target membuat baur kejantanan hamba menjadi bertambah lagi.


Kemudian, “Son, awak udah memiliki cewek..? ” katanya. “Ya tante.., ” kata hamba berterus terang. “Ngomong-ngomong Sony udah pernah ngeseks sama putri kamu, belum..? ”“Apa tersebut ngeseks tante..? ” tanda saya artifisial tidak menyebarkan. “Maksudnya tilam sama putri.. ” katanya. “Ngmm.. belum pernah tante.. ” menjawab saya berhelat. “Ah intensif sih, buktikan tante amati dan bertaut punyamu tersebut..? ” katanya sambil memukau tubuh saya agar lebih dekat lagi, lalu dengan tangan kanannya dia meraba gundukan di celana saya. “Tante pengen tau kalo anumu bangunnya cepet berarti betul belum pernah.. ” katanya sambil meraba-raba batang kemaluan saya lagi.


Entah artinya yang sengaja dibolak-balik atau memang ini bagian dari kelihaiannya membujuk saya. Mungkin karena saya masih berdarah muda, biarpun sudah terbiasa menghadapi perempuan tetapi kalau dirangsang dalam suasana begini tentu saja cepat batang kemaluan saya naik mengeras. Kalau sudah sampai di sini sudah lebih mudah lagi buat dia.


“Wihh, besar sekali gundukanmu Son.. boleh lihat dalamnya punyamu..? Ayo bantu tante untuk membuka celanamu..! ” katanya tanpa menunggu persetujuan dari saya, dia sudah langsung bekerja membuka celana saya dan membebaskan burung kaku saya. Memang, waktu batang kejantanan saya terbuka bebas, matanya setengah heran setengah kagum melihat ukurannya. Terutama kepalanya yang menyerupai helm tentara “NAZI”.


“Bukan main kontolmu Sony.. besar dan keras banget punyamu.. ” katanya memuji kagum tapi justru melihat yang begini makin memburu nafsunya. “Tapi masak sih Son, benda seindah begini belum pernah dipake ke memeknya cewek. Kalo gitu sini tante boleh nggak ngerasain sedikit lagi biar bisa tante tempelin di sini. ” lanjutnya, lagi-lagi tanpa menunggu komentar saya, dia dengan sebelah tangan bekerja cepat melepaskan CD-nya. Terlihatlah hutan kemaluannya yang menggoda itu, lalu dia menyuruh saya untuk naik ke ranjang dan menyuruh saya untuk menempelkan kepala kemalua saya di muncung lubang senggamanya. Di situ Saya disuruh menggosok-gosokkan pucuk kemaluan aku di ompong liang senggamanya.


Lalu beserta menggosok-gosokkan swasembada ujung kepala negeri batang keperkasaan saya pada mulut terowongan senggamanya yang sudah terhalang itu, mencampur semakin ulet dalam pretensi diri aku. “Ahh.. aduh.., Son.. nikmatnya.., ” katanya menjerit jijik. “Udah Son, tante nggak tahan. Waktu ini giliran tante bikin tenteram kamu.., ok Sayang..? ” katanya mengomando saya muncul. Lalu dia dengan wahid tangannya tepat memegang tangkai kemaluan aku dan start menjilati setengah batangnya, serta sesekali mengulum kepalanya.


Kurang lebih saat lantas, dia memikat saya lagi, tubuh aku berlutut pada atas ranjangnya, dan meleset liang senggamanya memperlihatkan ompong kenikmatan yang siap untuk saya masuki. Dalam stan seperti itu, aku betul-betul sudah biasa lupa kalau dia merupakan tante aku sendiri. Dan kemudian, ujung tangkai kejantanan aku mulai aku tusukkan pada lubang kenikmatannya yang lekas saya ikuti dengan sepak terjang maju-mundur, berputar kanan-kiri untuk menusuk kian dalam. Tante sendiri tiru membantu aku dengan jejari tangan kanannya. Dia memperlebar bibir kemaluannya agar tambah lebih terungkap untuk kian mempermudah masuknya batang puki saya.


Langsung saya genjot batang tempik saya ke dalam tahang kenikmatannya yang indah itu. Dan walhasil, “Hghh.., oo.. Sonn.. yeess.., oohh..! ” dengan erangannya, dia menggagas orgasmenya yang juga disusul sambil saya cuma berselang kaum detik lalu. “Gimana Son rasanya barusan..? ” katanya menguji hamba sambil tangannya mengusap, menyeka-nyeka keringat dalam dada hamba. “Aduh tante enak amat, belum sempat Sony ngerasain yang seperti ini. Tapi tante sendiri, gimana rasanya..? ” kata hamba balik bertanya. “Tante segar sekarang lho ngerasain digituin cowok secara kelembutan, akan tetapi juga tidak meninggalkan kejantanannya yang jantan, seperti punyamu ini, ‘Si Buta Dari Gua Memek’, tante oleh sebab itu melayang ke langit yang ke-7. Ohh.. endangg..? ” katanya.


Begitu selesai, hamba diajak tante ke ruang mandi. Serta waktu tersebut saya angkat tante menebas kemaluannya. Serta menyiram puki tante, aku mendekap dia dari tamat, dan tante yang padahal berdiri sebagai kegelian olehkarena itu batang keperkasaan saya memeriksa bukit pantatnya. Seketika tangkai kejantanan aku naik lagi karena yang saya pandang sekarang kian terlihat montoknya. Dan sementara itu, tangan lembut tante memegang tangkai kemaluan aku. Saya keder karena kepandaian seperti ini sangat buat bujang perjaka diantaranya saya tersebut. Buah dada tante menjulang, menyerbu dan tetap(hati), kelihatan pori-porinya meremang olehkarena itu udara luar biasa dingin pada kamar sehat, apalagi tersebut sudah sentral malam. Serta bukit kemaluannya agak mencekah merah terungkap bekas percakapan yang tadinya.


Saya tidak tahu kudu berbuat segala sesuatu selain mencoba-coba buah dadanya lagi yang kali ini dari depan. Tante menarik hamba dan menyerang bibir hamba, saya pikir saja. Jasad kami saling merapat. Tangannya terus mengurut-urut batang kejantanan saya. & saya mencoba-coba pantatnya yang bulat & sintal liat. Buah kejantanan saya kendati diremas-remasnya pelan-pelan. Kemudian, tante mulai mendongakkan kepala kakinya yang sebelah terbang bak & dimasukkannya lagi kemaluan hamba ke tahang senggamanya. Ngilu dan terkaan panas terasa di baur kejantanan hamba.


Tante mulai dari bergoyang tumbuh mundur & pantat hamba juga ditekannya dengan tangan kanannya agar saya dapat mengikuti tembang. Saya masuk saja menggoyangkan sambil menyikap, mengisap putingnya, mencium bibirnya. Beberapa ketika kami bergerak sama-sama, tetapi paha tante mulai gondok rupanya, serta dicabutnya tangkai kemaluan aku. Kemudian dia berbalik serta menungging serta berpegangan beserta tangan kanannya ke perkataan bak sehat. Saya gosokkan batang keperkasaan saya di bibir kemaluannya. Benar-benar berasa panas perkataan kemaluannya tersebut.


Kemudian aku mendesak pelik dan, “Bless.. ” kepala ‘NAZI’ milik saya masuk bergesek-gesek dengan dinding lubang senggamanya. Tante juga bereaksi dan pinggulnya berputar seperti penari ular. Aduh luar biasa sekali, saya merasa keenakan dan tidak bisa berpikir jernih lagi. Pantat saya maju mundur, rudal berjarak saya menggaruk-garuk lubang kenikmatannya. Dari status ini, hamba bisa tahu dengan terbuka batang keperkasaan saya bersimbah kuyup & bibir tempik tante minat keluar masuk. Tangan saya menyenggau ke kepil, meremas ekses dadanya yang menggantung gede dan bergerak menggeletar, nafas tante mendengus desah. “Ohh.. yess..! ”Akhirnya saya meledak-ledak lagi & tante sangkasangka sudah kian dulu menanggung orgasme.


Sesudah itu hamba mandikan tante saya tersayang. Mulai detak itu, hamba punya urusan tambahan segar. Anda Ingin Tau 

Perlahan tetapi pasti, Reni mulai menimbangi gerakan tubuhku



Perlahan tetapi pasti, Reni mulai menimbangi gerakan tubuhku Istri sudah biasa punya. Bani juga sudah biasa sepasang. Graha, meskipun terus-menerus rumah BTN juga sudah biasa punya. Mobil juga walaupun kreditan sudah biasa punya. Rencana apalagi? Di dalam awalnya saya cuma sambil saja. Lama-lama jadi keterusan juga. Serta itu semata karena mencopet buah terhalang.


Kehidupan graha tanggaku aktual sangat makmur. Istriku menawan, seksi serta selalu mengikat. Dari pernikahan kami waktu ini telah terlahir seorang bani berusia delapan tahun serta seorang bani cantik berusia tiga tahun, aku terus-menerus pegawai teritori yang permisi punya skala dan penghidupan yang juga. Tapi kental saja perahu rumah tanggaku dihantam bayu. Dan benar-benar semua tersebut bisa tercipta karena keisenganku, bermain-main obor hingga kental saja menyalakan mahligai graha tanggaku yang damai. Saya sendiri bukan menyangka jika bisa sebagai keterusan demikian.


Awalnya saya cuma sambil main di sebuah uni karaoke. Bukan disangka dalam sana banyak juga gadis-gadis mempesona berusia cukup umur. Tingkah laku itu sangat meremet. Dan itu memang terencana datang ke sana untuk mencari keceriaan. Tapi tidak sedikit yang sengaja mengatasi laki-laki jongor belang.


Terus terang waktu itu aku sesungguhnya tertarik secara salah seorang gadis dalam sana. Wajahnya cantik, Tubuhnya juga ramai dan sintal, kulitnya kuning langsat. Dan aku memperkirakan umurnya tidak kian dari delapan belas tahun. Aku ingin mendekatinya, tetapi ada kesangsian dalam membenang. Aku seharga memandanginya sekadar sambil merasai minuman mudah, dan menghisabkan lagu-lagu yang dilantunkan pengunjung secara berputar.


Tapi tentu tidak diduga sama sekali ternyata gadis tersebut tahu jika aku mulai tadi memperhatikannya. Sambil tersenyum dia menghampiriku, dan tepat saja hidup disampingku. Apalagi tanpa takut-takut lagi meletakkan tangannya dalam atas pahaku. Tentu saja aku sangat terpukau dengan keberaniannya yang kuanggap luar biasa itu. “Sendirian aja nih…, Omm.. ”, sapanya dengan senyuman menggoda. “Eh, iya.. ”, sahutku terkaan tergagap. “Perlu teman nggak..? ” dia langsung mengijabkan diri.


Aku tidak dapat langsung menyangkal. Sungguh tewas, aku benar-benar tidak tau kalau putri muda kecil ini tepat pandai melantaskan. Sehingga aku tidak mampu lagi tatkala dia mensyaratkan ditraktir minum. Meskipun segar beberapa tatkala kenal, akan tetapi sikapnya telah begitu manja. Bahkan seakan dia telah lama mengenalku. Padahal segar malam itu aku berlabuh ke koalisi karaoke itu dan ketemuan[cak] dengannya.


Semula aku kadang canggung, Akan tetapi lama-kelamaan oleh sebab itu biasa juga. Bahkan aku mulai keji meraba-raba & meremas-remas pahanya. Memang dia mengenakan rok yang pas pendek, jadi sebagian pahanya jadi terkuak.


Hampir pusat malam aku baru kembali. Sebenarnya aku tidak konvensional pulang mencapai berbatas larut silam begini. Tetapi istriku bukan rewel serta tidak penuh bertanya. Seputar malam saya tidak mampu tidur. Suak gadis tersebut masih langsung membayang pada pelupuk pacar. Senyumnya, serta kemanjaannya membuatku jadi diantaranya kembali di masa akil balig.


Esoknya Saya datang lagi ke uni karaoke tersebut, dan ternyata gadis tersebut juga visibel ke kian. Pertemuan ke-2 ini sudah biasa tidak membuatku canggung lagi. Bahkan waktu ini aku telah berani menyerang pipinya. Silam itu akau benar-benar khlaf pada keturunan dan perempuan di wisma. Aku petikan dengan putri yang selevel dengan adikku. Kali ini saya justru kembali menjelang subuh.


Mungkin sebab istriku bukan pernah bertanya, dan pula tidak rusuh. Aku oleh sebab itu keranjingan sampai klub karaoke itu. & setiap periode datang, selamanya saja putri itu yang menemaniku. Dia menyebut namanya Reni. Entah benar ataupun tidak, saya sendiri bukan peduli. Akan tetapi malam tersebut tidak sebagaimana biasanya. Reni mengajakku tampak meninggalkan koalisi karaoke. Saya menurut aja, dan menghebat mengelilingi ibu kota jakarta dengan kijang kreditan yang belum siap.


Entah kenapa, tiba-tiba saya punya ide untuk membawa gadis ini ke sebuah penginapan. Sungguh aku tidak menyangka sama sekali ternyata Reni tidak menolak ketika aku mampir di halaman kepil sebuah wisma. Dan dia juga bukan menolak tatkala aku membawanya masuk di sebuah lubang yang telah kupesan.


Jari-jariku sinambung bergerak aktif menelusuri setiap lekuk tubuhnya. Bahkan wajahnya dan lehernya kuhujani dengan ciuman-ciuman yang membangkitkan gairah. Aku mendengar dia mendesah kecil dan merintih tertahan. Aku tahu kalau Reni sudah mulai dihinggapi kobaran api gairah asmara yang membara.


Perlahan aku membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan satu persatu aku melucuti pakaian yang dikenakan Reni, hingga tanpa busana sama sekali yang melekat di tubuh Reni yang padat berisi. Reni mendesis dan merintih pelan saat ujung lidahku yang basah dan hangat mulai bermain dan menggelitik puting payudaranya. Sekujur tubuhnya langsung bergetar hebat saat ujung jariku mulai menyentuh bagian tubuhnya yang paling rawan dan sensitif. Jari-jemariku bermain-main dipinggiran daerah rawan itu. Tapi itu sudah cukup membuat Reni menggelinjang dan semakin bergairah.


Tergesa-gesa aku menanggalkan seluruh pakaian yang kukenakan, dan menuntun tangan gadis itu ke arah batang penisku. Entah kenapa, tiba-tiba Reni menatap wajahku, saat jari-jari tangannya menggenggam batang penis kebanggaanku ini, Tapi hanya sebentar saja dia menggenggam penisku dan kemudian melepaskannya. Bahkan dia melipat pahanya yang indah untuk menutupi keindahan pagar ayunya. “Jangan, Omm…”, desah Reni tertahan, ketika aku mencoba untuk membuka kembali lipatan pahanya. “Kenapa? ” tanyaku sambil menciumi bagian belakang telinganya. “Aku…, hmm, aku…” Reni tidak bisa meneruskan kata-katanya. Dia malah menggigit bahuku, tidak sanggup untuk menahan gairah yang semakin besar menguasai seluruh bagian tubuhnya. Saat itu Reni kemudian tidak dapat lagi menyodorkan dan menentang gairahnya otonom, sehingga sekutil demi sekutil lipatan pahanya yang menyelaputi vaginanya mulai dari sedikit tersingkap, dan saya kemudian merenggangkannya kedua raka pahanya yang putih selesai itu jadi aku dapat dengan lega menikmati kementerangan bentuk tempik gadis yuana ini yang mulai terlihat merekah.


& matanya sinambung terpejam tatkala merasakan zat benda yang keras, gawat dan berdenyut-denyut mulai meretas memasuki tahang vaginanya yang mulai membasah. Dia menggeliat-geliat sehingga memproduksi batang penisku jadi sukar untuk merempuh lubang vaginanya. Tapi saya tidak kemudaratan akal. Saya memeluk tubuhnya dengan erat sehingga Reni saat itu tidak bisa leluasa menggerak-gerakan lagi tubuhnya. Saat itu juga aku menekan pinggulku dengan kuat sekali agar seranganku tidak gagal lagi.


Berhasil!, begitu kepala penisku memasuki liang vagina Reni yang sempit, aku langsung menghentakkan pinggulku ke depan sehingga batang penisku melesak ke dalam liang vagina Reni dengan seutuhnya, seketika itu juga Reni memekik tertahan sambil menyembunyikan wajahnya di bahuku, Seluruh urat-urat syarafnya langsung mengejang kaku. Dan keringat langsung bercucuran membasahi tubuhnya. Saat itu aku juga sangat tersentak kaget, aku merasakan bahwa batang penisku seakan merobek sesuatu di dalam vagina Reni, dan ini pernah kurasakan pula pada malam pertamaku, saat aku mengambil kegadisan dari istriku. Aku hampir tidak percaya bahwa malam ini saya juga memungut keperawanan daripada gadis yang sangat aku sukai ini. Serta aku seolah masih bukan percaya kalau Reni ternyata masih putri.


Aku mampu mengetahui begitu kuraba di bagian pangkal pahanya, terdapat minuman kental yang hangat serta berwarna merah. Saya benar-benar termenung saat tersebut, dan bukan menyangka sedikit pun, Reni bukan pernah mengatakannya sejak serta. Tapi tersebut semua sudah biasa terjadi. Serta rasa terkejutku seketika tohor oleh rayuan gairah meledak yang begitu menyala.


Aku start menggerak-gerakan tubuhku, agar penisku dapat bersenda-gurau di dalam terowongan vagina Renny yang tetap begitu intim dan reda, Sementara Reni sudah start tampak bukan kesakitan dan sesekali tampak di wajahnya dia sudah bisa mulai merasakan kenikmatan dari gerakan-gerakan maju mundur penisku seakan membawanya ke batas ujung dunia tak bertepi.


Malam itu juga Reni menyerahkan keperawannya padaku tanpa ada unsur paksaan. Meskipun dia kemudian menangis setelah semuanya terjadi, Dan aku sendiri merasa menyesal karena aku tidak mungkin mengembalikan keperawanannya. Aku memandangi bercak-bercak darah yang mengotori sprei sambil memeluk tubuh Reni yang masih polos dan sesekali masih terdengar isak tangisnya. “Maafkan saya, Reni. Saya tidak mengetahui kalau engkau masih putri. Seharusnya engkau bilang mulai semula…”, kataku mencoba melengah.


Reny seharga diam sekadar. Dia menjunjung pelukanku serta turun daripada pembaringan. Dia melangkah goyang ke ruang mandi. Sekilas saja sudah biasa terdengar talun air yang menghantam geladak di dalam ruang mandi. Berbeda dengan aku tetap duduk pada ranjang tersebut, bersandar di dalam kepala ranjang.


Aku menyukai sampai Reni keluar daripada kamar sehat dengan tubuh terlilit handuk dan rambut yang basah. Aku terus memandanginya dengan berbagai perasaan berkecamuk di dalam dada. Bagaimanapun aku sudah merenggut kegadisannya. Dan itu terjadi tanpa dapat dicegah kembali. Reni duduk disisi pembaringan sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk lain.


Aku memeluk pinggangnya, dan menciumi punggungnya yang putih dan halus. Reni menggeliat sedikit, tapi tidak menolak ketika aku membawanya kembali berbaring di atas ranjang. Gairahku kembali bangkit saat handuk yang melilit tubuhnya terlepas dan terbentang pemandangan yang begitu menggairahkan datang dari keindahan kedua belah payudaranya yang kencang dan montok, serta keindahan dari bulu-bulu halus tipis yang menghiasi di sekitar vaginanya.


Dan secepat kilat aku kembali menghujani tubuhnya dengan kecupan-kecupan yang membangkitkan gairahnya. Reni merintih tertahan, menahan gejolak gairahnya yang mendadak saja terusik kembali. “Pelan-pelan, Omm. Perih…”, rintih Reni tertahan, saat aku mulai kembali mendobrak benteng pagar ayunya untuk yang kedua kalinya. Renny menyeringai dan merintih tertahan sambil mengigit-gigit bibirnya sendiri, saat aku sudah mulai menggerak-gerakan pinggulku dengan irama yang tetap dan sistematis.


Perlahan tetapi pasti, Reni mulai menimbangi gerakan tubuhku. Sementara gerakan-gerakan yang kulakukan semakin sadis dan tidak terkendali. Kurang lebih kali Reni memekik lumpuh dengan uci-uci terguncang serta menggeletar serupa tersengat kesedapan klimaks beribu-ribu volt. Saat ini Reni merebut puncak orgasme yang barangkali pertama kali pertama dirasakannya. Tubuhnya langsung rengsa di ranjang, dan saya merasakan denyutan-denyutan lembut daripada dalam vaginanya, merasakan kesedapan denyut-denyut tempik Reni, membuatku hilang sistematika dan bukan mampu menyudahi lagi produk ini.. terlintas akhirnya saya merasakan kejatan-kejatan hebat disertai kenikmatan sangat saat minuman spermaku melancut berhamburan dalam liang tempik Renny. Akupun akhirnya roboh tak tangguh dan tilam berpelukan beserta Reni silam itu. 

dorongan nafsu Dina semakin menggila Ah




 dorongan nafsu Dina semakin menggila Ah Namaku Iwan (nama samaran). Aku tersebut sudah penggemblengan semester 2 di satu diantara perguruan semampai di Bandung. Aku tinggal masih membarengkan orangtua serta adikku yang masih SMP, Dina namanya (juga samaran). Orangtuaku dua-duanya kerja. Oleh karena itu rumah acap tinggal adikku dan saya saja, kolektif pembantu.


Sementara sore graha sedang tohor, orangtua padahal pergi serta kebetulan hamba juga padahal tidak ada. Adikku sedang pergi. Aku menyewa VCD BF XX dan X2. Aku senang sekali, karena tidak ada gangguan pas sedang nonton. Cerita X2 di VCD itu kebetulan bercerita tentang seks antara adik dan kakak. Gila sekali deh adegannya. Kupikir kok bisa ya. Eh, aku berani tidak ya melakukan itu sama adikku yang masih SMP? tapi kan adikku masih polos sekali, kalau di film ini mah sudah jago dan pro, pikirku dalam hati. Sedang nonton plus mikir gimana caranya melakukan sama adikku, eh, bel berbunyi. Wah, teryata adikku, si Dina sama temannya datang. Sial, mana filmnya belum selesai lagi. Langsung kusimpan saja tuh VCD, terus kubukakan pintu. Dina sama temannya masuk. Eh, temannya manis juga loh. “Dari mana lo? ” tanyaku. “Dari jalan dong. Emang kayak kakak, ngedekem mulu di rumah, ” jawabnya sambil manyun. “Aku juga sering jalan tau, emang elo doang. Cuman sekarang lagi males, ” kataku. “Oh iya, Kak. Kenalin nih temenku, namanya Anti, temen sekelasku, ” katanya. Akhirnya aku kenalan sama itu anak. Tiba-tiba si Dina tanya, “lihat VCD Boyzone aku tidak? ”“Tau, cari saja di laci, ” kataku. Eh, dia membuka tempat aku menyembunyikan VCD BF. Aku tepat gelagapan. “Eh, bukan pada situ.. ” kataku gelisah. “Kali sekadar ada, ” katanya. Tertinggal. Belum pernah kutahan dia sudah mengamati VCD XX yang covernya lumayan panas itu, jika yang X2 sih bukan pakai pelan. “Idih.. Kak. Kok nonton film sekoci begini? ” katanya serta memandang marah ke VCD itu. Temannya sih senyam-senyum saja. “Enggak kok, aku tadi dititipin sama temanku, ” jawabku bohong. “Bohong banget. Ngapain juga kalo dititipin nyasar sampe dalam laci itu, ” katanya. “Kak, itu film lusuh kan? Nnngg.. kayak segala sesuatu sih? ” tanyanya lagi.


Aku tertawa saja pada hati. Tadi jijik, kok sekarang malah penasaran. “Elo mao nonton juga? ” tanyaku. “Mmm.. jijik agaknya.. tapi.. sebal Kak.. ” katanya serta malu-malu. “Anti, elo mao nonton pula tidak? ” tanyanya di temannya. “Aku mah lupa saja. Lagian aku udah pernah mengapa nonton film kayak demikian, ” elakan temannya. “Gimana.. jadi bukan? keburu mama sama ayah pulang nih, ” desakku. “Ayo deh. Tapi kalo aku nek, dimatiin akur? ” katanya. “Enak sekadar lo, elo kabur sekadar ke ruang, ” jawabku.


Lalu VCD itu saya nyalakan. Jreng.. dimulailah film tersebut. Saya nontonnya serta sesekali mengagah adikku serta temannya. Si Anti agaknya kelihatannya tenteram nontonnya, sudah biasa “expert” kesempatan ya? Jika adikku ketara begitu pertama pertama kali nonton film diantaranya begitu. Dia kelihatan segan-segan. Apalagi surat keterangan adegan rudalnya cowok dihisap. Mana tersebut rudal bilangan minta maaf. “Ih, nek banget.. ” kata Lucah. Pas putaran ML sepatutnya si Lucah sudah bukan tahan. Dia langsung kelam ke ruang. “Yee, sekiranya kabur, ” kata Bentrok. “Elo tetap mao nonton tidak? ” tanyaku di si Bentrok. “Ya, langsung saja, ” jawabnya. Wah, boleh pula nih bani. Sepertinya, mampu nih saya main kolektif dia. Tetapi kalau dia marah gimana? pikirku di hati. Ah, tidak apa-apa kok, bukan sampai ML ini. Lalu nonton, aku duduknya mendekat sama dia. Dia sedang terus sungguh-sungguh tekun nonton. Kemudian kucoba bertaut tangannya. Baru dia nanap tapi dia tidak mencoba melepas tangannya dari tanganku. Kesempatan gede, pikirku. Kuelus saja lehernya. Dia malah memejamkan matanya. Sepertinya dia menikmati begitu. Wow, tampangnya itu lho, manis! Aku jadi ingin nekat. Saat dia sedang merem, kudekati bibirku ke bibir dia. Akhirnya bersentuhanlah bibir kita. Karena kiranya memang telah jago, si Anti sekiranya mengajak French Kiss. Memotong dia merasuk ke mulutku dan bersenda-gurau di dalam muncung. Sial, preman dia dari aku. Tanda aku dikalahin sama bani SMP agaknya. Sambil abdi ber-French Kiss, aku berwarung masukkan tanganku ke pulih bajunya. Menelaah sebongkah susu imut. Utama dadanya bukan begitu raksasa, tapi sepatutnya sih sensual. Soalnya awak si Bentrok itu bukan besar tetapi tidak mersik, dan tubuhnya itu bersih.


Begitu ketemu buah dadanya, langsung kupegang dan kuraba-raba. Tapi tetap terbungkus kolektif bra-nya. “Baju elo hamba buka akur? ” tanyaku. Dia ngangguk saja serta mengangkat tangannya ke atas. Kubuka bajunya. Waktu ini dia tinggal pakai kutang warna pink dan celana panjang yang sedang dipakai. Shit! kataku pada hati. Selesai sekali! Kubuka saja bra-nya. Payudaranya indah, runcing & putingnya berpoleng pink. Sinambung kujilati payudaranya, dia mendesah, aku oleh sebab itu makin terangsang. Aku oleh sebab itu pingin menyorong dia. Akan tetapi aku belum pernah ML, jadi aku tidak keji. Tapi bahwa sekitar puncak saja gerangan aku patut tahu. Gimana ya? Tiba-tiba pas aku lagi menjilati payudara si Anti, adikku keluar daripada kamar. Kita sama-sama nanap. Dia nanap melihat segala sesuatu yang terkakak-kakak dan temannya perbuat. Saya dan Perlawanan kaget kompatibel melihat Rendah keluar daripada kamar. Si Anti buru-buru pakai bra dan bajunya lagi. Si Dina langsung masuk ke kamarnya lagi. Sepertinya dia shock melihat apa yang kami berdua lakukan. Si Anti langsung pamit mau pulang. “Bilang sama Dina ya.. sorry, ” kata Anti. “Tidak apa-apa kok, ” jawabku. Akhirnya dia pulang.


Aku ketuk kamarnya Dina. Aku ingin menjelaskan. Eh, dianya diam saja. Masih kaget kali ya, pikirku. Aku tidur saja, dan ternyata aku ketiduran sampai malam. Pas kebangun, aku tidak bisa tidur lagi, aku keluar kamar. Nonton TV ah, pikirku. Pas sampai di depan TV ternyata adikku lagi tidur di kursi depan TV. Pasti ketiduran lagi nih anak, kataku dalam hati. Gara-gara melihat dia tidur dengan agak “terbuka” tiba-tiba aku jadi keingat sama film X2 yang belum selesai kutonton, yang ceritanya tentang hubungan seks antara adik dan kakak, ditambah hasrat aku yang tidak kesampaian pas sama Anti tadi. Ketika adikku menggerakan kakinya membuat roknya tersingkap, dan terlihatlah CD-nya. Begitu melihat CD-nya aku jadi semakin nafsu. Tapi aku takut. Ini kan adikku sendiri masa aku setubuhi sih. Tapi dorongan nafsu semakin menggila. Ah, aku peloroti saja CD-nya. Eh, nanti kalau dia bangun bagaimana? Ah, cuek saja. Begitu CD-nya turun semua, wow, belahan kemaluannya terlihat masih amat kuat dan dihiasi bulu-bulu lagak yang segar tumbuh. Kucoba sentuh, hmm.. halus amat. Kusentuh strip kemaluannya. Seketika dia menggumam, aku oleh sebab itu kaget. Saya merasa dalam ruang TV terlalu terkuak. Kurapikan lagi pakaian adikku, terus kugendong ke kamarnya.


Sampai dalam kamar dia, it’s show time, pikirku. Kutiduri dia di kasurnya. Kubukakan bajunya. Ternyata dia tidak membubuhkan bra. Wah, payah pula nih adikku. Nanti bahwa payudaranya oleh sebab itu turun gimana. Begitu bajunya terbuka, tetek mungilnya terbancut. Ih, cura bentuknya. Sedang kecil ekses dadanya akan tetapi lumayan ada. Kucoba hisap putingnya, hmm.. nikmat! Buah dada dan putingnya begitu lembut. Eh, tiba-tiba dia bangun! “Kak.. ngapain lo! ” teriaknya sambil mendorongku. Aku kaget sekali, “Ngg.. ngg.. tidak kok, aku cuma pengen nerusin tadi pas sama si Anti, tidak papa kan? ” jawabku ketakutan. Aku berharap orangtua aku tidak mendengar teriakan adikku yang agak keras tadi. Dia menangis. “Sorry ya Din, gue salah, habis elo juga sih ngapain tidur di ruang TV dengan keadaan seperti itu, tidak pake bra lagi, ” kataku. “Jangan bilang sama mama dan papa ya, please.. ” kataku. Dia masih nangis. Akhirnya kutinggali dia. Aduh, aku takut nanti dia ngadu.


Sejak saat itu saya kalau ketemu dia senang canggung. Bahwa ngomong menyimpangkan seadanya aja. Tapi saya masih rongseng. Aku sedang ingin mengetes lagi untuk “ngegituin” Rendah. Sampai di suatu tarikh, adikku lumayan sendiri dalam kamar. Saya coba menyerap, “Din, lagi ngapain elo, ” saya mencoba untuk beramah-tamah. “Lagi dengerin kaset, ” jawabnya. “Yang saat itu, elo masih nanar ya.. ” tanyaku. “.. ” dia diam aja. “Sebenernya hamba.. gue.. pengen nyoba lagi.. ” puyeng ya saya nekat amat. Dia nanap dan kompatibel dia target ngomong sesuatu langsung aku dekati mukanya dan langsung kucium bibirnya. “MmhHPp.. Kakk.. mmHPh.. ” dia seperti mau ngomong sesuatu. Tapi akhirnya dia diam dan mengikuti permainanku untuk ciuman. Sambil ciuman itu tanganku mencoba meraba-raba dadanya dari luar. Pertama merasakan payudaranya diraba, dia menepis tanganku. Tapi aku terus berusaha sambil tetap berciuman. Setelah beberapa menit berciuman sambil meraba-raba payudaranya, aku mencoba membuka bajunya. Eh, kok dia langsung mau saja dibuka ya? Mungkin dia lagi merasakan kenikmatan yang amat sangat dan pertama kali dirasakannya. Begitu dibuka, langsung kubuka bra-nya. Kujilati putingnya dan sambil mengusap dan mneremas-remas buah dada yang satunya. Walaupun payudara adikku itu masih agak kecil, tapi dapat memberikan sensasi yang tak kalah beserta payudara yang besar. Begitu sedang dihisap-hisap, dia mendesah, “Sshh.. sshh.. ahh, segak, Kak.. ” Setelah kuhisap, putingnya sebagai tegang serta agak muluk. Terus kubuka celanaku serta aku curahkan “adik”-ku yang sudah juga tegang. Surat keterangan dia mengamati, dia taksiran kaget. Soalnya dulu abdi pernah sehat bareng surat keterangan “punya”-ku tetap kecil. Waktu ini kan sudah biasa besar dong.


Aku bertanya sama dia, “Berani untuk ngisep memiliki gue bukan? Entar memiliki elo pula gue isepin deh, member pake kapasitas 69. ”“69.. apa’an tuh? ” tanyanya. “Posisi yang mana kita baku mengisap serta ngejilatin punyanya partner member pada ketika berhubungan, ” jelasku. “Ooo.. ”Langsung saya membuka serawal dia serta CD-nya. Abdi langsung memungut posisi 69. Aku uraikan belahan kemaluannya dan terlihatlah klitorisnya diantaranya bentuk polong di dalam kemaluannya itu. Begitu kusentuh mengenakan lidah, dia mengerang, “Ahh.. Kakak nyentuh apanya agaknya kok segak banget.. ” tanyanya. “Elo mestinya ngejilatin dan ngisep punya hamba dong. Tanda elo saja yang segak, ” kataku. “Iya Kak, habis waham dan jijik sih.. ” jawabnya. “Jangan bayangin yang bukan-bukan dong. Bayangin sekadar keenakan elo, ” kataku lagi. Ketika itu pula dia langsung menjilat punyaku. Dia menjilati kepala anu-ku dengan perlahan. Uuhh, enak benar. Terus dia mulai menjilati seluruh dari batanganku. Lalu dia masukkan punyaku ke mulutnya dan mulai menghisapnya. Oohh.. gila benar. Dia ternyata berbakat. Hisapannya membuatku jadi hampir keluar.


“Stop.. eh, Din, stop dulu, ” kataku. “Lho kenapa? ” tanyanya. “Tahan dulu entar aku keluar, ” jawabku. “Lho emang kenapa kalau keluar? ” tanyanya lagi. “Entar game over, ” kataku. Ternyata adikku memang belum mengerti masalah seks. Benar-benar polos. Akhirnya kujelaskan kenapa jika cowok sudah biasa keluar bukan bisa langsung pemainannya. Kesudahannya dia start mengerti. Kapasitas kami sudah biasa tidak 69 lagi, oleh karena itu aku sekadar yang berlaku. Kemudian saya teruskan menghisapi kemaluannya serta klitorisnya. Dia terus menerus mendesah dan mengerang. “Kak Iwan.. terus Kak.. di situ.. iya pada situ.. oohh.. sshh.. ”


Aku langsung menghisap serta menjilatinya. Dia menjambak rambutku. Sambil matanya merem-melek. Kesudahannya aku sudah biasa dalam penetapan fit lagi (tadi kendi kondisinya sudah biasa mau keluar). Kutanya kolektif adikku, “Elo berani ML tidak? ”“.. ” dia diam. “Gue pengen ML, tapi terserah elo.. hamba tidak maksa, ” kataku. “Sebenerya hamba takut. Tetapi sudah setengah-setengah nih.. hamba lagi ‘on air’, ” kata dia. “OK.. oleh karena itu elo rencana ya? ” tanyaku lagi. “.. ” dia kosong lagi. “Ya udah deh, kayanya elo mau, ” kataku. “Tapi tahan sekutil. Nanti terkaan sakit awalnya. Soalnya elo baru pertama kali, ” kataku. “.. ” dia hambar saja lalu menatap mematung ke langit-langit.


Kubuka kedua belah pahanya lebar-lebar. Tersua bibir kemaluannya yang sedang sempit itu. Kuarahkan ke lubang kemaluannya. Begitu aku sentuhkan penyelenggara “anu”-ku ke liang kemaluannya, Dina memukau nafas berjarak, dan tersua sedikit menimbulkan air emas tempawan. “Tahan sungguh Din.. ” Langsung kudorong anu-ku menyerap ke pada lubang kemaluannya. Tapi sedang susah, soalnya masih terik sekali. Aku terus menguji mendorong anu-ku, dan.. “Bleess.. ” merasuk juga kepala negeri kemaluanku. Lucah agak memekik-mekik, “Akhh linu Kak.. ”“Tahan ya Petunjuk.. ” kataku. Aku langsung mendorong supaya masuk semata. Akhirnya merasuk semua kemaluanku ke di selangkangan adikku sendiri. “Ahh.. Kak.. linu Kak.. ahh.. ”Setelah merasuk, langsung kugoyang maju-mundur, mencoang-coang liang kemaluannya. “Ssshh.. sakitt Kak.. ahh.. enak.. Kak, teruss.. goyah Kak.. ”Dia jadi mengerang tidak pasti. Setelah kurang lebih menit beserta posisi tersebut, kami tiru dengan kapasitas “dog style”. Dina kusuruh menungging serta aku masukkan ke terowongan kemaluannya tandus belakang. Sehabis masuk, terus kugenjot. Akan tetapi dengan kondisi “dog style” itu ternyata Dina sinambung mengalami orgasme. Terasa amat otot-otot di dalam kemaluannya itu seperti memukau batang kemaluanku untuk lebih masuk.


“Ahh.. ahha.. aku lemess luar biasa.. Kak, ” rintihnya & dia rontok telungkup. Akan tetapi aku belum orgasme. Oleh sebab itu kuteruskan aja. Kubalikkan badannya untuk tidur terlentang. Terus kubuka lagi belahan pahanya. Kumasukkan kemaluanku ke pada lubang kemaluannya. Padahal dia sudah kecapaian. “Kak, udah dong! Gue udah lemes.. ” pintanya. “Sebentar lagi ya.. ” jawabku. Akan tetapi setelah kaum menit kugenjot, eh, dianya segar lagi. “Kak, yang agak cepet lagi dong.. ” katanya. Kupercepat stimulan dan genjotanku. “Ya.. sumbuk gitu dong.. sshh.. ahh.. uhuuh, ” desahannya makin maut saja. Sambil menggenjot, tanganku meraba-raba dan meremas payudaranya yang mungil itu. Tiba-tiba aku seakan mau meledak, ternyata aku mau orgasme. “Ahh, Din aku mau keluar.. ahh.. ” Ternyata saat yang bersamaan dia orgasme juga. Kemaluanku seperti dipijat-pijat di dalam. Karena masih enak, kukeluarkan di dalam kemaluannya. Nanti kusuruh minum pil KB saja supaya tidak hamil, pikirku dalam hati.


Setelah orgasme bareng itu kucium bibirnya sebentar. Setelah itu aku dan dia akhirnya ketiduran dan masih dalam keadaan bugil dan berkeringat di kamar gara-gara kecapaian. Ketika bangun, aku dengsr dia lagi merintih sambil menangis. “Kak, gimana nih. Punyaku berdarah banyak, ” tangisnya. Kulihat ternyata di kasurnya ada bercak darah yang cukup banyak. Dan kemaluannya agak sedikit melebar. Aku kaget melihatnya. Gimana nih jadinya? “Kak, aku udah tidak perawan lagi ya? ” tanyanya. “.. ” aku diam aja. Habis target jawab segala sesuatu. Gila! saya sudah meragut keperawanan adikku sendiri. “Kak, punyaku bukan apa-apakan? ” tanyanya lagi. “Berdarah sebagai itu wajar untuk pertama kali, ” kataku. Seketika, gara-gara tahu dia bukan pakai CD dan mempersembahkan kemaluannya yang agak menyimpang itu di aku, anu-ku “On” lagi!